Ada kabar yang mengejutkan, terharu sekaligus mengecewakan, siang kemarin. Kepala Sekolah menyampaikan di depan beberapa guru yang masih belum pulang di ruang mereka. Bahwa kepala sekolah mendapatkan undangan untuk mengikuti pelantikan kepala sekolah di balai kota, Jumat (15/1) pagi. Tentu saja, kabar ini membuat semua guru nyaris tidak percaya, sehingga kepala sekolah pun menunjukkan surat undangan yang ia lipat dikantongnya. Tidak percaya, karena kepala sekolah sekarang baru menjabat belum genap satu tahun. Yang memberatkan, Pa Karnadi S,Pd M.Hum,demikian nama kepala sekolah ini, memimpin sekolah SMP Negeri 4 Cirebon dengan hati, arif dan bijaksana, penuh inovasi dan kreatif. Kepergiannya tentu membuat luka di hati para guru-guru dan tata usaha.
Dengan pengetahuan yang terbatas, dengan keberanian yang tersisa, sejumlah guru kemudian bertanya-tanya : mengapa mutasi kepala sekolah begitu cepat terjadi? Bukankah kepala sekolah secara normatif satu kali memimpin empat tahun hingga maksimal delapan tahun (dua periode)? Bagaimana mungkin kepala sekolah bisa menjalankan program kerjanya, membangun sekolahnya, meningkatkan kualitas pendidikan, jika hanya seumur jangung memimpin sebuah sekolah? Umur satu tahun, bagi kepala sekolah baru melakukan pemetaan persoalan, melakukan analisis SWOT, mengidentifikasi potensi sekolah, melakukan koordinasi dan konsolidasi. Belum melangkah pada penguatan hasil dari program-program yang sudah dirancangnya.
Namun terasa sulit untuk menemukan jawaban itu. Jika bertanya kepada para pejabat kita, pasti mereka menjawab bahwa itu kebutuhan organisasi pemerintah. Kita, guru-guru, karyawan dan siswa, senang atau tidak senang harus melepaskan kepergian sang pemimpin sekolah, apapun alasannya,apapun keberatannya. "Jangan menghambat karir orang, karena pemerintah membutuhkan sumbangsih karyanya," demikian ucapan yang kerap terdengar setiap kali ada keluh kesah dari warga sekolah.
Yah, kita tidak berdaya sebagai bawahan ketika tangan penguasa yang bicara. Soalah-olah hanya mereka yang paling butuh, hanya mereka yang paling benar, hanya mereka yang paling tahu dan mengerti. Mereka belum bisa memahami aspirasi bawah, bahwa sekolah juga perlu pemimpin yang memiliki komitmen peningkatan kualitas pendidikan. Pemimpin yang memperhatikan kesejahteraan karyawannya, pemimpin yang bisa mengembangkan sekolah dan menjadi teladan.
Lalu apa alasannya kepala sekolah cepat dimutasi ke tempat lain? Bukankah pejabat yang dipindahkan karena beberapa alasan, karena prestasi,sanksi dan karir? Lagi-lagi sulit menjawabnya. Ada dugaan, mutasi pejabat kini sudah bernuansa politis bahkan ekonomis. Politis karena unsur ke dekatan, baik secara keluarga, organisasi maupun kultur. Nuansa ekonomis karena mutasi selalu merebak isu jual beli jabatan basah dan kering. Kendati isu ini seperti kentut, berbau tapi tak terlihat.
Yah, biarkan hati ini terkejut, terharu dan kecewa, jika memang membuat para pengambil kebijakan di negeri ini menjadi senang, bahagia dan tersenyum. Karena mereka (mungkin) yang lebih tahu, lebih mengerti, lebih paham akan kebutuhan pemerintah, yang katanya juga demi rakyat yang dipimpinnya. Semoga! (*)
Dengan pengetahuan yang terbatas, dengan keberanian yang tersisa, sejumlah guru kemudian bertanya-tanya : mengapa mutasi kepala sekolah begitu cepat terjadi? Bukankah kepala sekolah secara normatif satu kali memimpin empat tahun hingga maksimal delapan tahun (dua periode)? Bagaimana mungkin kepala sekolah bisa menjalankan program kerjanya, membangun sekolahnya, meningkatkan kualitas pendidikan, jika hanya seumur jangung memimpin sebuah sekolah? Umur satu tahun, bagi kepala sekolah baru melakukan pemetaan persoalan, melakukan analisis SWOT, mengidentifikasi potensi sekolah, melakukan koordinasi dan konsolidasi. Belum melangkah pada penguatan hasil dari program-program yang sudah dirancangnya.
Namun terasa sulit untuk menemukan jawaban itu. Jika bertanya kepada para pejabat kita, pasti mereka menjawab bahwa itu kebutuhan organisasi pemerintah. Kita, guru-guru, karyawan dan siswa, senang atau tidak senang harus melepaskan kepergian sang pemimpin sekolah, apapun alasannya,apapun keberatannya. "Jangan menghambat karir orang, karena pemerintah membutuhkan sumbangsih karyanya," demikian ucapan yang kerap terdengar setiap kali ada keluh kesah dari warga sekolah.
Yah, kita tidak berdaya sebagai bawahan ketika tangan penguasa yang bicara. Soalah-olah hanya mereka yang paling butuh, hanya mereka yang paling benar, hanya mereka yang paling tahu dan mengerti. Mereka belum bisa memahami aspirasi bawah, bahwa sekolah juga perlu pemimpin yang memiliki komitmen peningkatan kualitas pendidikan. Pemimpin yang memperhatikan kesejahteraan karyawannya, pemimpin yang bisa mengembangkan sekolah dan menjadi teladan.
Lalu apa alasannya kepala sekolah cepat dimutasi ke tempat lain? Bukankah pejabat yang dipindahkan karena beberapa alasan, karena prestasi,sanksi dan karir? Lagi-lagi sulit menjawabnya. Ada dugaan, mutasi pejabat kini sudah bernuansa politis bahkan ekonomis. Politis karena unsur ke dekatan, baik secara keluarga, organisasi maupun kultur. Nuansa ekonomis karena mutasi selalu merebak isu jual beli jabatan basah dan kering. Kendati isu ini seperti kentut, berbau tapi tak terlihat.
Yah, biarkan hati ini terkejut, terharu dan kecewa, jika memang membuat para pengambil kebijakan di negeri ini menjadi senang, bahagia dan tersenyum. Karena mereka (mungkin) yang lebih tahu, lebih mengerti, lebih paham akan kebutuhan pemerintah, yang katanya juga demi rakyat yang dipimpinnya. Semoga! (*)